11. PPG
adalah program profesi (keahlian khusus) untuk guru seperti
ko-As untuk dokter.
22. Di
adakan PPG adalah untuk memperbaiki kualitas guru yang ada di Indonesia, karena
di dalamnya ada proses seleksi.
33. Proses
seleksi
Dari FKIP = Seleksi PPG --> lolos
--> program PPG
Dari Non FKIP = Seleksi PPG -->
lolos
--> Matrikulasi min 1 tahun untuk linear (teknik mesin murni, ke pendidikan teknik
mesin) bisa sampai 4 tahun untuk yg tidak linear ( teknik kimia, ke pendidikan
teknik mesin)à
lolos -->
program PPG
44. PPG
dapat diikuti semua prodi, termasuk kedokteran, tapi koas tidak dapat diikuti
FKIP?? Bisa saja FKIP mngikuti Koas, namun karena non linear, maka matrikulasi
bisa mencapai 4 tahun. Matrikulasi berisi matakuliah yang belum di dapatkan di
program studi S1 dulunya untuk penyetaraan.
Jadi, jelaslah sama sekali tidak
sia-sia kita berkuliah d FKIP dengan adanya PPG ini, karena kita yang dari FKIP
dan mengambil PPG linear tidak perlu ada matrikulasi yang memakan waktu.
55. PPG
dinilai seleksi untuk menjadi guru, yang lebih objektif dari pada seleksi di proses
sebelumnya.
Kesimpulan
Delegasi: *memang banyak kontra dari mahasiswa FKIP tentang ini. Namun, sebagai
mahasiswa yang kritis mari kita coba melihat segala sesuatu dari 2 sisi
berbeda. Dan berupaya berfikir dari sisi pembuat kebijakan. Di satu sisi sebagai
seorang mahasiswa FKIP, memang kuota kita sedikit banyak akan jadi rebutan. Di
sini kita merasa tidak rela karena kita hanya memikirkan diri kitasendiri atau
golongan kita (FKIP) ,merasa akan tersaingi dalam pencarian pekerjaan nanti,
karena saingan kita bertambah.
Namun, coba kita lihat
dari sisi lain. Dengan adanya program PPG ini, kualitas guru keluarannya tentu
akan lebih tinggi dikarenakan proses seleksi di dalamnya. Tidak semua orang
bisa lolos dan menjadi seorang guru yang mulai tahun 2015 akan menjadi sebuah
“profesi (keahlian khusus)”
X:
“Tapikan di FKIP sudah ada matakuliah yang menjurus ke keguruan??, kalau yang
non FKIP memang nanti di PPG akan di ajari, tapi itu juga cuma instan, yang
kita pertaruhkan nasip pendidikan bangsa”
Y: “Alibi, jangan
sesumbar bahwa yang mampu mengajar hanya lulusan FKIP. Buktinya banyak
guru-guru lulusan FKIP yang kita tidak nyaman di ajar oleh mereka, yang kita
sulit mencerna apa yang ia terangkan. Itu membuktikan bahwa belum tentu lulusan
FKIP berkompeten dalam mengajar.
Dan, jangan sesumbar bahwa orang non FKIP pasti tidak bisa mengajar. Buktinya banyak pula tentor-tentor bimbingan belajar atau siapapun itu, yang bukan dari FKIP namun kita nyaman dan paham diajar oleh mereka. Itu juga bukti bahwa belum tentu yang non FKIP tidak bisa mengajar. Intinya jangan sesumbar. Karena teori saja tidak cukup.
Dan, jangan sesumbar bahwa orang non FKIP pasti tidak bisa mengajar. Buktinya banyak pula tentor-tentor bimbingan belajar atau siapapun itu, yang bukan dari FKIP namun kita nyaman dan paham diajar oleh mereka. Itu juga bukti bahwa belum tentu yang non FKIP tidak bisa mengajar. Intinya jangan sesumbar. Karena teori saja tidak cukup.
Relakanlah mereka orang-orang non FKIP yang berkeinginan,
berbakat, dan mampu untuk turut serta mengabdi pada negeri dengan menjadi
pahlawan tanpa tanda jasa juga meski bukan dari FKIP. Jika memang dia mampu,
mengapa kita larang? Karena takut bersaing?hhaha.. rejeki sudah ada yang
mengatur.
Dengan
adanya proses seleksi di PPG dan matrikulasi untuk yang non FKIP, akan
tersaring guru-guru yang benar-benar berkualitas dan mengurangi guru yang hanya
sekedar menggugurkan kewajibannya di kelas, namun juga betul betul dapat
mengabdi dan mampu mentransfer ilmunyadengan baik. Kalau memang kita ini
berkualitas, tidak perlu takut dengan PPG”
X: “lalu kenapa gg dari dulu mereka daftar FKIP aja
kalau memang pengen jadi guru?”
Y:
“Wallahu a’lam. Kita tidak tau factor “X” apakah yang menyebabkan mereka tidak
berkuliah di FKIP tadinya. Mungkin ada factor yang memang menjadikannya tidak
berada di lingkup FKIP. Siapa yang tau kalau memang dulunya mereka sudah daftar
di FKIP tapi tidak diterima? Atau ada hal lain. Apapun itu sebenarnya tidak
terlalu penting. Kalau memang dia berkompeten dan mampu mengajar, lalu apa
masalahnya untuk anda?? Kalau memang negeri membutuhkan dia, kenapa kita
larang? Kalau memang ia bisaturut memperbaiki pendidikan di Indonesia kenapa
kita halangi? Lagi lagi takut banyak saingan kan? Inilah titik keegoisan kita.
Wallahu
a’lam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar